MENEMUKAN DIRI YANG UTUH


Sidoarjo, 30/11/2023
Halo
Lama sekali rasanya sepuluh jariku tidak menapak huruf demi huruf di blog ini
Tapi seperti baru kemarin aku membuat blog ini dengan harapan besar untuk berbagi informasi seputar gizi dan kesehatan, yang awalnya hanya iseng untuk membagikan apa yang sedang ingin ku bagikan. Rasanya menjadi profesional itu tidak mudah, bahkan tulisanku kali ini masih bukan tentang gizi dan kesehatan. Masih tentang diri sendiri.

Tiba-tiba aku mengingat blog ini lagi, hendak mendaftar sebuah akun pencarian kerja. Stuck di sebuah perintah untuk memasukkan link blog atau website. Jelas, fokus ku langsung berubah. Mungkin aku membutuhkan mu untuk journaling lagi. Membedah masalah yang tidak seharusnya ku bagi secara luas ke orang-orang disekitarku yang juga memiliki masalahnya sendiri. Yang harusnya ku bawa dalam doa dan curhat ke Allah. Mungkin Allah ingin kamu menjadi perantaranya.

Lama aku tidak bersua dengan mu, sejak hidupku yang mulai sibuk wara-wiri mencari rejeki. Aku hanya tahu aku butuh uang untuk kehidupanku dan keluargaku. Serta mendukung keinginanku untuk melanjutkan pendidikan lagi. Menjadi lulusan D3 Gizi bukanlah akhir yang memuaskanku, aku tetap ingin menimba ilmu lebih dan lebih lagi. Tepatnya di tahun 2020, aku mengalami awal yang tidak mudah. Menurut kesanggupanku yang ternyata sangat rapuh ini.

Tahun itu aku memulai karir sebagai ASPRI dengan syarat harus mengikuti karantina (protokol COVID-19) selama 7 hari. Menyendiri di ruang yang sangat mewah, aku merasakan kesendirian. Merasakan nafasku, merasakan imanku yang naik turun, merasakan bahwa aku butuh teman. Namun aku tidak bisa mengganggu teman-temanku kan? Mungkin beberapa, atau hanya satu. Ya, hanya satu teman, dan itu teman laki-laki. Aku kecanduan menghubunginya, karena hanya dia yang available dan mau ku ganggu setiap pagi buta, ataupun malam. Namun ternyata menjadi ASPRI tidak se challenging yang ku bayangkan. Aku menghadapi kesulitan yang berbeda dari yang ku bayangkan. Aku pun tidak berani menghubungi orang tua ku untuk berkeluh kesah, hingga suatu hari mereka mendapat kabarku dari saudara yang selalu ku hubungi tiap malam. Setelah mendapatkan gaji satu bulan, aku memutuskan untuk pulang dan tidak kembali lagi. Sebenarnya ada rasa tidak puas dari diriku, karena goals klien yang belum tercapai, tapi goals tersebut memang kurang reasonable untuk kapasitasku yang freshgraduated D3 gizi. Aku pun merasa, banyak jobdesc yang sebenarnya tidak wajib ku kerjakan namun jadi wajib karena tinggal bersama dengan bos dan keluarganya. Merasa rendah dan tidak bernilai, aku sering merasa aku hidup untuk apa. 

Setelah kembali ke rumah, hal yang berulang terjadi. Aku di rumah, yang anehnya aku belum juga merasa nyaman. Bahkan setelah satu bulan seperti di penjara, aku masih merasa tidak nyaman. Sampai saat sebuah teguran yang ku dengar mengenai caraku berpakaian di dalam rumah. Aku sangat-sangat tersinggung. Aku meminta saran kepada teman terdekatku, dan mereka membela si penegur. Ya, aku tahu bahwa perempuan harus menjaga auratnya dari pandangan laki-laki. Menabung dosa jika mengumbar aurat, bahkan di rumah ku sendiri yang beratapkan asbes. Sebuah bahan yang jika kita berlindung di bawahnya adalah seperti sauna. Tidak perlu menyewa pemanas ruangan. Bukan aku tidak bersyukur dan selalu mengeluh, tapi ada alasan kenapa aku bisa membuka auratku di rumah. Tidak ada niat sedikitpun aku menggoda orang lain di rumah ini, sangat gila. Aku tidak mengerti dimana jalan pikirannya. Intinya adalah aku masih ingin pergi dari rumah. Aku ingin tinggal di tempat yang dapat menerima ku secara utuh. Menyayangiku tanpa harap dan hidup damai seperti lingkup pertemananku yang lain.

Allah memberiku kesempatan melalui bu Agustin, senior gizi yang membawaku masuk ke puskesmas di daerah J. Aku merasa saat itu adalah peristiwa yang sangat berkesan, yang membuatku paham bahwa aku bisa mandiri, se mandiri itu. Setelah sebelum nya aku dihina karena tidak mencuci baju sendiri, tidak membantu pekerjaan rumah, dan lain sebagainya. Aku ingat bahwa aku mendapat informasi diterima kerja pada hari Rabu, belum ada persiapan apapun. Aku bermalam di rumah kerabat bapak, yang notabene orang terpandang di daerah situ. Namun tidak ku sangka, aku tidur bersama pembantunya, satu kamar. Aku di bawah beralaskan kasur lipat. Banyak nyamuk, aku tidak betah bahkan jika untuk satu hari. Aku sengaja datang sangat pagi karena sebelum jam 7, motorku harus keluar dari kiosnya yang akan di buka, dan aku pulang sangat sore bahkan malam sehingga waktu tidak berasa apa-apa. Hingga aku akhirnya menemukan satu kos yang sangat nyaman, hommie. Lingkungannya sangat agamis, banyak sawah, aku menyukainya. Akhirnya setelah 23 tahun aku merasakan memiliki kamar yang sesungguhnya. Kamarku sendiri, yang hanya ada aku dengan dinding lebih tebal yang jika aku mendengarkan musik atau melakukan apapun yang berisik, aku tidak mengganggu siapapun. Jendela besar menghadap sawah, pemandangan yang paling aku suka selama hidupku. 

Aku ingat aku sangat totalitas dalam bekerja, pagi siang malam. Sholat ya di akhir waktu, tapi hebat karna sudah bisa lima waktu. Berpuluh tahun rasanya aku sangat sulit untuk memulai sholat 5 waktu, terlebih jika itu di rumah. Sholat adalah kewajibanku, aku sadar betul itu. Aku membangun pertemanan  yang sangat support, aku menemukan orang-orang hebat di sana. Sampai kepada aku bertemu dengan dua orang hebat yang manipulatif, satu perempuan dan satu laki-laki. Aku suka dengan mereka, sayang, bahkan nafsu. Dua duanya menyukai physical touch, hal yang tidak pernah aku berikan kepada siapapun selain orang tua ku. Aku merasakan sentuhan mereka, aku merasakan perhatian mereka, tapi aku merasa dikendalikan oleh mereka. Sampai pada titik dimana aku ingin berlari menjauhi mereka namun aku tidak mampu, aku tidak bisa kemana-mana. Aku merasakan pekerjaan ku juga penuh dengan manipulasi, aku yang harus melakukan manipulasi itu. Aku sangat merasa bersalah. Intinya semakin lama, ada perasaan nyaman namun aku tahu ini dosa. Aku tidak bisa terus ada di sana. Berat? Pasti berat. Lama waktuku untuk nyaman. Aku mendaftarkan diri pada program nusantara sehat agar aku bisa lolos dari manipulasi mereka, mendapatkan kehidupan finansial yang lebih baik sehingga aku bisa datang kepada mereka sebagai manusia yang setara dengan mereka. Bukan di bawah level mereka sehingga aku harus menuruti semua yang mereka mau. Sejujurnya yang mereka mau, awalnya membuatku merasa terganggu. Namun karena setelah mendaftar tersebut aku tidak langsung diterima, ada proses dimana aku mulai menerima bentuk kasih sayang yang tidak lazim untukku.

Karena rasa ketidakberdayaanku itu, aku sering merasa hampa. Merasa jika tidak ada mereka aku bukan siapa-siapa. Aku hidup untuk mereka. Aku seluruhnya untuk mereka, namun mereka tidak merasakan seluruhnya itu dariku. Ntah kenapa. Aku merasakan aku hanya sebagai obyek, jika mereka ingin menasehati seseorang, jika mereka ingin menyentuh seseorang, jika mereka ingin menghabiskan waktu dengan seseorang. Aku tidak merasakan cinta yang tulus, yang selalu mereka utarakan. Bahkan berkali-kali aku merasa takut, merinding, menyesal, cruel feeling lah.. Apalagi tawaran menikah dari laki-laki manipulatif itu, di saat aku sangat kacau. Aku tahu dia adalah tipe ku, yang aku doakan setiap hari untuk menggantikan teman laki-laki ku yang bahkan tidak menyukai ku sama sekali, yang tidak ada bayangan masa depan bersama ku. Dia sangat ku inginkan, aku sangat insekyur pada saat dia datang karena aku tidak dalam versi terbaikku. Aku sangat ragu menerima ajakan menikahnya, sehingga kita memilih untuk dekat saja, setidaknya sampai tahun 2023, dimana itu tahun terakhir yang diberikan orang tua nya untuk menikah. Tidak boleh lewat dari itu. Kabar itu datang bersamaan dengan suatu langkah yang menurutku besar, dilakukan oleh orang tuaku. Operkredit mobil selama 4 tahun ke depan dengan gaji pas-pasan. Niatnya menolong saudaraku dan memuaskan hati kakak pertamaku yang ingin punya mobil. Aku sudah mencegahnya, dengan segala kemungkinan terburuk yang terjadi di depan. And again, aku tidak bisa mencegahnya. Ketika mas bercerai, aku juga tidak kuasa mencegahnya. Bahkan ketika ibu bercerita aku memiliki adik kandung yang lahir bukan dari rahim ibuku, aku takkuasa mencari kebenarannya.

Dengan akumulasi peristiwa bertubi-tubi itu, aku memutuskan tekat untuk melanjutkan proses pendaftarannya. Dan terus berdoa, supaya bisa kabur dari mereka dengan cara yang benar. Karena ketidakberdayaanku, aku tidak tega meninggalkan orang lain dan menjadikan ku sebagai orang yang selalu ditinggalkan. Untuk pertama kalinya aku meninggalkan mereka, sementara hanya 2 tahun saja. Tapi ternyata 2 tahun itu sangat berharga untukku pribadi..



Aku menemukan versi terbaik dalam diriku, dan menemukan pemandangan yang berbeda, sangat berbeda. Aku bisa menaklukkan apapun walaupun dengan hampir mati, hampir menyerah. Tapi bukan aku yang tidak bisa apa-apa. Versiku yang cukup cantik, sehingga duda-duda menyukai ku, 
Aku ditinggalkan oleh banyak orang, yang aku harapkan masih tetap bersamaku, namun tuhan mengajarkanku untuk melepas kemelekatan. Yang tidak diajarkan oleh orang tuaku, maupun di sekolah. Aku melepaskan banyak energi manipulatif yang hinggap kepadaku, namun masih tersisa beberapa energi yang tidak bisa kuhilangkan. Karena berasal dari keluarga intiku. Yep, rasanya sangat runtuh duniaku begitu aku mengerti dan memahami masalah apa yang ada di dalam keluargaku. Inginku perbaiki, namun setengah mati. Setengah mati.

Akhirnya aku menemukan satu hal yang melegakan hatiku. Dan itu tentang bagaimana caraku melihat dunia dan berusaha untuk tidak mengubah apapun. Aku sangat yakin semua ini akan berlalu dengan caraku berdoa, dengan caraku untuk tidak melekat kuat dengan apapun yang palsu ini. Aku memahami value ku dengan baik, aku akan menjalankan setiap skenario nya dengan usaha keras sehingga tidak mengecewakan sang kreator. Aku ingin pulang dengan rasa bangga dan tidak menyesali apapun. 25 tahun ini aku hidup dikendalikan oleh perasaan, sesekali logika. Kali ini aku akan mengendalikan perasaan serta logikaku. Aku yang akan membuat mereka bertekuk lutut dan mengikuti arahan Sang Pencipta untuk berbuat sesuatu yang selaras dengan-Nya.

Comments