CERPEN LAGI (DRAMA POL)


RINI DAN ARYO

Kesibukan masing-masing kian menambah jarak diantara Rini dan Aryo. Dua bulan tanpa bertemu, sepertinya pilihan untuk menggunakan jasa event organizer adalah pilihan yang cocok. Bekerja dan mengurus pernikahan sangat mungkin dilakukan dengan mudah. Rini merasa sangat bimbang untuk melangkah, bahkan ketika ditanya soal persiapan ia hanya menjawab singkat. Kembalinya Rio membawa kenangan manis yang dulu sempat tercipta. Rio sebulan lalu datang, seseorang yang pernah dekat di bangku kuliah. Rio adalah klien Arini sekarang. Kerjasama ini diharapkan berlanjut setahun ke depan. Rio masih bersikap sama, sangat perhatian dan suka memberi kejutan kecil yang bermakna. Kemanisan sikap Rio makin membuat Arini makin gundah menjelang pernikahan yang tinggal hitungan minggu. Rio pun tahu persis bagaimana kondisi hubungan Rini dan Aryo, namun tidak merubah sikapnya sedikitpun. Berita ini akhirnya sampai juga ke telinga Aryo. Kabar perselingkuhan semakin menyebar di kantor Arini. Rabu pagi Aryo datang ke kantor Arini untuk mengajak sarapan bersama sambil menanyakan kembali kebenaran kabar yang beredar. Terakhir waktu ia bertanya di telepon, Rini menjelaskan bahwa Rio hanya klien saja. Langkahnya terhenti melihat Rini dan Rio di depan kantor sedang membicarakan sesuatu. Aryo yang sudah geram memukul Rio dengan kepalan tangan yang memerah. Rini mencoba melerai, namun emosi keduanya makin tersulut. Rini melerai sekuat tenaga tanpa sedikitpun menyerah. Aryo menghentikan serangannya dengan emosi tertahan. Rini menyuruh Aryo pulang dan akan menemuinya besok sore ketika emosi tidak menguasai mereka.
Keesokan sore yang berat akhirnya datang, Aryo dan Rini bertemu. "Maaf mas, tapi saya tidak dapat melanjutkan langkah ini, saya mohon maaf mas. Saya harap mas Aryo mengerti."
"Maksud kamu bagaimana?"
"Aku ingin kita batal"
"Apa kamu serius?"
"Saya sudah mempertimbangkannya. Keraguan saya tidak bisa diobati mas."
"Kita sudah kenal hampir sepuluh tahun dan kamu menyerah."
"Saya sungguh minta maaf. Saya tau mas Aryo orang yang sangat baik dan bertanggung jawab. Saya tidak yakin saya dapat membahagiakan mas."
"Aku gatau apa motif kamu sesungguhnya, Rin. Undangan siap disebar. Ini bukan Rini. Aku kecewa. Semoga bahagia dengan yang baru." Aryo mengantarkan Rini pulang dan sejak saat itu Aryo menjadi murung dan mudah marah.
Pulihnya bapak dari koma adalah kuasa tuhan yang paling indah di tahun ini. Rini sangat bahagia walaupun ayahnya sering tidak mengenali Rini dan kakak-kakaknya. Rini tetap melakukan kebiasaan curhat ke ayah selepas ngaji bareng. "Laki-laki itu pasti orang baik walaupun aku tidak mengenalnya. Kamu melakukan kesalahan, nak. Di cerita mu dia sudah mengenalmu sepuluh tahun dan akhirnya melamarmu. Dia sangat setia kepada mu." Kata-kata ayah terus terngiang menghantarkan Rini terlelap.
Pagi hari sebelum berangkat bekerja, Rini lihat ibu dengan telaten menyuapi bapak dengan sabar. Ia rindu pernikahan. Rini berpamitan, ibu mendoakan keselamatan untu Rini dan tak lupa menyuruh Rini memikirkan kembali masalah pembatalan itu dengan serius dan berdoa memohon petunjuk. Hari yang cerah untuk menjalankan kesibukan sebagai seorang designer. Walaupun makin kurus, semangat Rini membara bak bola api. Kesibukan itulah yang sejenak melupakan permasalahan pernikahan yang pelik. Rio terus saja datang, mencoba untuk mengalihkan perhatian. Rini masih teguh pendirian.
Setelah makan malam, Rini masih mengetik notebook yang makin sibuk dengan banyak order dan program awal bulan ini. Salah satunya di tanggal 23. The failed weddings day. Ibu datang membawakan Arini wedang jahe. Hujan di luar memang berdampak pada suasana hati Arini, menjadi lebih melankolis. Ibu masih disana duduk menonton tv. Rini sangat ingin menceritakan kegelisahannya pada ibu yang selalu menjadi pemberi solusi-solusi terbaik dan tidak terduga. Dengan cepat Rini menutup notebooknya."Buk, aku pengen curhat!!"
Malam panjang, tiga jam lebih mereka bertukar pendapat. Nasehat-nasehat ibu membawa bekas hingga tak bisa ditinggal tidur. Pukul 02.00 Rini masih terjaga namun bukan untuk pekerjaan. "Gali, apa yang kamu suka dari dia! Ibu yakin kamu masih menginginkannya.." Nasehat ibu yang membuat Rini teringat akan masa indah berteman dengan Aryo. Dimana sering sekali Aryo bertindak sangat heroik. "Aku menyukainya karna dia sederhana". Ingatan itu kembali di masa  SMP dan SMA. Mereka suka pergi jalan-jalan ke mall, Aryo tak akan belanja apapun. Sepulang dari mall, hujan turun, Aryo rela hujan-hujan dulu untuk mengambil motor sehingga air hujan tidak menyentuh Rini. Saat Rini tidak dijemput, Aryo mengantarkannya pulang dengan vespa yang dulu berwarna merah bata. Selalu menunggu di depan gerbang supaya tidak mengganggu kebersamaan Rini dengan teman-teman, kalau terlalu lama dia cuma bilang, "lamaaa amaatt" lalu bergegas mengantar pulang. Sama seperti bapak yang kalai lama cuma bilang lama amat tanpa omelan panjang. Saat Rini curhat tentang apapun, Aryo bersedia mendengarkan malah memberi solusi yang selalu sama dengan nasehat bapak. Saat kuliah, Aryo lah yang melatih Rini menyetir untuk dapat sim A. Walaupun, mobilnya beberapa kali rusak karena Rini, Aryo tak pernah menyerah melatih Rini sampai bisa. Malah saat Rini tidak bersemangat, Aryo selalu punya cara untuk menyemangati Rini. Traktir es krim, diajak ke masjid, ngajak main time zone, nemenin bolos, dan segudang cara lainnya. Semua kenangan itu masih diputar oleh Rini. Sampai pada "Clara suka sama gue njirr" curhatan Aryo jaman kuliah. Clara adalah teman se ukm Aryo. "Wah dia cantik Yok, terima ajalah mayann" ledek Rini saat itu. "Gue gak suka Rin, anaknya endel banget, deket lagi sama banyak cowo. Gedek gue mah" baru kali ini ada yang menolak Clara yang terkenal cantik se kampus. Dan itulah kekaguman pertama Rini pada Aryo. Dia tidak suka berpura-pura. Ingatan tersebut berjalan menuju kenangan surprise ulang tahun Aryo dimana semuanya gagal. Aryo tidak pernah suka dikasih surprise, sehingga ulang tahun Aryo malah jadi acara ngerjain tugas bersama. Pertama kali dikenalkan dengan orang tua Aryo, mereka sangat friendly dan tidak canggung. Orang tua Aryo bahkan nyuruh Rini buat sering main biar terbiasa nanti, ya itu sinyal yang terlalu awal waktu itu untuk anak SMA. Waktu Ita masuk rumah sakit, dia bawa boneka besar. Ita waktu itu masih pacarnya. Ita masih lemes dan susah makan, tapi karena Aryo saja Ita suka makan. Makanan apa saja yang Ita ingin langsung dibeli Aryo asal Ita berjanji akan cepat sembuh. Berkat itulah, tipes Ita sembuh hanya dengan 4 hari di rumah sakit. Waktu itu, Rini lah yang memilihkan boneka dan menemani Aryo membelikan makanan untuk Ita. Ita adalah sahabatnya juga, namun memori itu justru melewatkan Rini pada rasa cemburu yang diusahakan untuk tak menjadi penting. Kenangan berlanjut saat Aryo ngomong ke bapak untuk minta Rini nunggu dia sukses. Saat itu Rini sedang bikin teh untuk mereka. Namun terdengar juga lah pembicaraan mereka sambil makan martabak "Pak, Aryo ingin sama sama Rini, buat dia bahagia."
"Kalau begitu, kamu harus sukses dulu biar bisa hidupin dia. Bapak mau dia sama sama orang yang suka kerja, Rini orangnya gampang laper."
"Yaudah kalo gitu suruh dia nunggu saya ya pak. Gak lama kok paling lima enem tahun lagi."
Mereka suka becanda sejak lama. Aryo kenal baik bapak, bahkan bapak cuma kenal teman ya sama Aryo. Makanya jadi deket gitu. Saat Aryo nyatain perasaan pun, bapak yang nyiapin ruang tamu jadi penuh bunga. "Youre the best gods givingi've ever had. Nine years and seven months with you, thanks. I'm glad to see you. I like your way, i like your kind, i want to be with you. Spend many time with you and have many child. Grow old and die as a part of you. In the name of Allah, Arini will you marry me?" Sambil membuka kotak gold berisi kalung emas putih yang cantik. Kalung itu yang pernah diincar Rini ketika berbelanja bersama mamah Aminah, ibu Aryo. Arini sangat kaget dan tak menyangka Aryo sahabat terbaiknya akan melakukan ini untuknya. Arini menitikkan air mata sambil mengangguk perlahan. Ingatan Arini pun akhirnya sampai di acara lamaran. Dimana ia melihat sosok Aryo sangat tampan dan gagah dengan batik pekalongan itu. "Laki-laki tampan yang berdiri di depan Arini. Terima kasih telah datang untuk Arini, mas Aryo Sakta Nugraha, terima kasih. Terima kasih telah berjuang keras untuk semuanya, menjadi laki-laki yang selama ini aku tunggu kehadirannya dengan doa. Terima kasih untuk memberikan kenyataan yang lebih indah dari impian pernikahan Arini, memberikan keluarga yang menerima Arini, membimbing Arini, dan menyayangi Arini. Arini sangat berterima kasih. Arini akan berjuang menjadi lebih pantas untuk bersanding dengan mas nanti" kata-kata singkat Arini dalam kesakralan acara tersebut. Dan tak terduga jika Arini kemarin malam mendapat banjir pujian karena calon suami yang sangat menyayangi Arini. Pujian itu datang dari banyak teman. Ibu adalah orang terakhir sampai malam itu yang memuji Arini karena begitu beruntung. Sifatnya sama dengan bapak, asli. Bahkan inu pernah ngobrol sama Aryonwaktu di rumah sakit, ternyata Aryo sering nemenin ibuk nunggu bapak. Ibu bertanya pada Aryo," aku seorang ibu. Aku dapat merasakan putriku sedang tak nyaman. Aku sangat menyayanginya. Ada apa diantara kalian Yok?" Dia hanya menjawab,"ibu, sama sekali Aryo tak punya pikiran untuk menyakiti Arini. Aryo sudah sayang ibu juga walaupun ibu sayangnya sama Arini saja. Aryo maklum." "Bukan begitu nak, sebenarnya apa yang terjadi?" "Saya rasa, saya terlalu menyayanginya sampai saya tidak mau dia lelah bu, saya nggak mau dia merasa pernikahan kami ini beban, tapi saya juga tidak mau dia terlalu bergantung pada saya, saya terlalu menyayanginya.

Comments