Surabaya, 24 Maret 2018
Undur
Diri
Bulir padi dan
telapak kaki
Menari tanpa ekspresi
Menyusuri
kedalaman sanubari
Hati ini tak
pasti, mungkin esok berubah kembali
Cocokkan hari dan
situasi
Rindu dan mimpi
Jauh ku
telusuri sampai mana ia berhenti
Mengaduh,
mengacuh, campur baurkan sepi
Kian deras
tanpa pelangi
Seakan tak lagi
kembali, benar-benar telah pergi
Bayang-bayang
tinggalkan diri
Sendiri
Sadar diri
Semua telah
terjadi
Ku buat dunia memahami
Rindu, mimpi
tanpa tepi harus dipenuhi
Melangkah maju
walau tertatih, bebas memilih
Rindu dan mimpi
Tak ingin ku
dikuasai emosi
Dirundung pedih
tak terobati
Ingin berlari
jauh menepi, menyadari
Diajaknya bermain mimpi
Rintik ini kian
menghalangi
Apabila begini
lebih baik diakhiri
Untuk semua
ilusi, terima kasih
Ku tak ingin
seribu tahun lagi
Yuk! Ubah Tanya Jadi Doa
Hal
yang membuat saya tidak minat datang saat pertemuan keluarga atau juga reuni
sekolah yaitu hujan pertanyaan tidak senonoh (menurut saya) yang terus
diulang-ulang oleh kerabat dan rekan. Saya yakin mereka tidak memiliki topik pembicaraan
lain sehingga saya terkesan. Ya, kesan buruk! Kalimat pujian seperti, “Wah,
kamu makin cantik deh!” atau “Kamu cepet besar ya?” selalu dibuntuti oleh
kalimat tanya yang mengundang emosi jiwa raga dan berakhir dengan kecewa tanpa
sepatah kata. Penanya waktu itu adalah, “Kapan lulus?” belum terjawab
dilanjutkan, “Kapan kerja?” sudah kerja diteruskan, “kerja dimana? Cari kerja
itu yang mapan sekalian!” sudah mapan masih ada pertanyaan, “mana pacarmu,
kapan dia datang kesini?” dilanjutkan “kapan menikah?” dan seterusnya sampai
semua pertanyaan dijawab apik dengan waktu. Dari mana manusia mendapatkan ide
dan referensi untuk melakukan percakapan dengan metode pembukaan yang topiknya
demikian membuat stres penjawab ulung macam saya. Sebenarnya, seluruh pertanyaan
tersebut adalah sia-sia. Mengapa demikian? Karena manusia tidak pernah tahu apa
yang akan terjadi dengan masa depan (versi sebenarnya). Saya membuat argumen,
“setahun lagi saya lulus!” namun tanoa sadar hanya berpatokan pada hitungan
manusia. Saya tidak benar-benar mengetahui tanggal pasti saya lulus, pukul
berapa, dimana, dengan siapa saja, dan yang penting lagi saya tidak tahu judul
mana yang akhirnya diterima untuk mengantarkan saya ke gerbang kelulusan. Yeah,
itulah hak manusia.
Pertanyaan semacam juga telah menginspirasi saya membuka percakapan
dengan adik-adik kelas yang masih lugu dan naif agar mereka mengetahui
pelestarian tradisi demikian kejam menggelayuti generasi muda setiap dekadenya.
Sebenarnya, saya juga tidak sepenuhnya menolak pertanyaan. Terlebih setelah
saya kian dewasa dan ‘naik jabatan’ menjadi seorang penanya. Walaupun
pertanyaan itu membunuh mental secara perlahan dan menimbulkan sedikit trauma,
namun hal ini menjadi refleksi diri saya bahwa hidup adalah tentang masa depan.
Seluruh pertanyaan beruntun itu memiliki alur maju dan terarah jelas sesuai
standar ideal hidup manusia. Hal ini membuat saya mengenali langkah apa yang
berbeda antara saya dan standar ideal tersebut. Perbedaan itulah yang akan saya
koreksi dan revisi.
Kehidupan saya sekarang adalah ujian
tentang jodoh. Setiap orang yang bertemu saya selalu bertanya jodoh, kapan
punya pacar, dengan alternatif kapan menyusul teman yang sudah menikah. Saya acuhkan
pertanyaan tersebut dan mencoba balas dengan senyum cantik semaksimal yang saya
bisa. Hal ini cukup menenangkan mereka, namun tidak membuat mereka ‘kapok’. Birthday
tahun ini membawa banyak ucapan telat dari teman dan kerabat. Entah, dapat ide
darimana mereka semua kompak mengubah semua kalimat tanya yang biasa ada
menjadi doa. Contohnya, “Hbd beb, semoga berkah dan cepet dapat jodoh”
ada lagi, “Selamat ulang tahun, semoga cepet nikah”, lalu ada lagi, “Hepibesde,
semoga lulus tahun depan, TA lancar. Kerjaan bagus” dan masih banyak doa lain
sejenis. Tentunya membuat saya terkagum-kagum sekaligus tersenyum miris sambil
berucap Aamiin.
Saya merasa lebih baik secara spiritual, kini. Hanya dengan
mengulak-alik kata-kata dan menghilangkan kata tanya di bagian depan dapat
membuat saya 100% lebih nyaman dan merasa lebih baik. Saya pikir, format baru
ini efektif dan lebih bernilai. Saya berharap format ini tidak hanya berlaku
saat ulang tahun saja. Doa adalah semacam dukungan yang diberikan secara
sukarela dan efektif untuk membangkitkan semangat dan kepercayaan diri dalam
menghadapi sesuatu. Dan saya yakin banyak sekali ulasan yang telah membahas
khasiat doa dalam kehidupan manusia. Daripada membuang kesempatan berkomunikasi
dengan pertanyaan ‘mematikan’, yuk ubah dan kreasikan format kalimat tanya
sesuai kalimat doa!
-Astria
Maulani Rachman-
Comments
Post a Comment