Jalan
Pulang
“Malam ini
ramai, penuh bintang, dan sangat cerah. Aku akhirnya pulang”
-Arini Kayla
Anggara-
***
Dua
bulan lima hari setelah lamaran, Jam kaca dekat jendela menunjukkan pukul 23.45
namun Arini belum bisa tidur dengan pulas. Bukan tentang kantor ataupun toko
sembako, semakin hari semakin gundah. Semakin bertambah keraguannya kepada Aryo
yang dianggap sudah berubah. Bukan lagi Aryo yang dulu dikenalnya sebagai orang
yang sederhana dan pengertian. “Jika ini jawabannya, kenapa hati ini makin ragu.
Ya Allah ada apa ini?” Arini menggumam dalam pejamnya. Dibawanya ke dalam doa
malam sehingga dapat menenangkannya dalam iman.
Rabu
sore, mulai gerimis pertanda akan deras. Arini dan Aryo janji untuk mencari
baju pengantin. Namun ternyata Indri yang datang, kakak perempuan menggantikan
Aryo karena pekerjaan Aryo yang akan selesai larut malam. Sebagai seorang
bussinessman, ia memang sibuk sekali. Baru kali ini, Aryo mengingkari janjinya.
Bagi Rini, seharusnya Aryo mengabari sejak pagi sehingga bisa di re-schedule.
Kemarahan Arini juga dapat dibaca Aryo yang sedari tadi menunggu kabar dari
Arini.
Hujan
kian deras, pukul 21.00 malam. Indri dan Arini masih dalam perjalanan pulang.
Aryo masih belum juga diberi kabar sehingga sangat khawatir. Selepas meeting dengan
klien, Aryo bergegas ke rumah Arini, mengobati rasa khawatirnya. “Tante, om
Aryo bawa terang bulan itu! Ayo makan bareng” teriak Andra, keponakan Arini
yang paling cerewet. Terang bulan memang selalu menang untuk Arini. Bahkan saat
perang dunia sekalipun.
***
“Assalamualaikum bapak, Arini mau bacain surat
al-kahfi yaa surat favorit bapak. Dengerin ya pak.” Arini mulai mengaji. Satu
persatu ayat dibacakan dengan pelan dan tenang di atas pusara atas nama Riza
Anggara yang meninggal setahun yang lalu. Seperti hari-hari sebelumnya, semakin
bertambah ayat yang ia baca, semakin banyak memori yang tiba-tiba muncul
kembali, bersama bapak. Satu-per satu kenangan masa kecil merangkai alur baru.
Aryo
hampir tiap hari datang ke makam seusai bergulat dengan bisnis. Bawa bunga
mawar putih untuk bapak. Ada Arini maupun tidak. Kesibukan masing-masing kian
menambah jarak diantara Rini dan Aryo. Dua bulan tanpa bertemu, sepertinya
pilihan untuk menggunakan jasa event organizer adalah pilihan yang cocok.
Bekerja dan mengurus pernikahan sangat mungkin dilakukan dengan mudah. Rini
merasa sangat bimbang untuk melangkah, bahkan ketika ditanya soal persiapan ia
hanya menjawab singkat. Kembalinya Rio membawa kenangan manis yang dulu sempat
tercipta. Rio sebulan lalu datang, seseorang yang pernah dekat di bangku
kuliah. Rio adalah klien Arini sekarang, kerjasama untuk setahun ke depan. Rio
masih bersikap sama, sangat perhatian dan suka memberi kejutan kecil. Kemanisan
sikap Rio makin membuat Arini makin gundah menjelang pernikahan yang tinggal
hitungan minggu. Rio pun tahu persis bagaimana kondisi hubungan Rini dan Aryo,
namun tidak merubah sikapnya. Berita ini akhirnya sampai juga ke telinga Aryo.
Kabar perselingkuhan semakin menyebar di kantor Arini. Rabu pagi Aryo datang ke
kantor Arini untuk mengajak Arini sarapan sambil menanyakan kembali kebenaran
kabar yang beredar. Terakhir waktu ia bertanya di telepon, Rini menjelaskan
bahwa Rio hanya klien saja. Langkahnya terhenti melihat Rini dan Rio di depan
kantor sedang membicarakan sesuatu. Aryo yang sudah geram memukul Rio dengan
kepalan tangan yang memerah. Rini mencoba melerai, namun emosi keduanya makin
tersulut. Rini melerai sekuat tenaga tanpa sedikitpun menyerah. Aryo
menghentikan serangannya dengan emosi tertahan. Rini menyuruh Aryo pulang dan
akan menemuinya besok sore ketika emosi tidak menguasai mereka.
Keesokan
sore yang berat akhirnya datang, Aryo dan Rini bertemu." Undangan siap
disebar. Maaf aku tidak bisa menunjukkan indahnya cinta yang kamu harapkan. Semoga
bahagia dengan yang baru." Aryo mengantarkan Rini pulang.
Pagi
hari sebelum berangkat bekerja, Rini berpamitan. Ibu mendoakan keselamatan untuk
Rini dan tak lupa menyuruh Rini memikirkan kembali masalah pembatalan itu
dengan serius dan berdoa memohon petunjuk. Hari yang cerah untuk menjalankan
kesibukan sebagai seorang designer. Walaupun makin kurus, semangat Rini membara
bak bola api. Kesibukan itulah yang sejenak melupakan permasalahan pernikahan
yang pelik. Rio terus saja datang, mencoba untuk mengalihkan perhatian. Rini
masih teguh pendirian.
Setelah makan
malam, Rini semakin sibuk dengan banyak order dan program awal bulan ini. Salah
satunya ada di tanggal 23. The failed weddings day. Ibu datang membawakan Arini
wedang jahe. Hujan di luar memang berdampak pada suasana hati Arini, menjadi
lebih melankolis. Ibu masih disana duduk menonton tv. Rini sangat ingin
menceritakan kegelisahannya pada ibu yang selalu menjadi pemberi solusi-solusi
terbaik dan tidak terduga. Dengan cepat Rini menutup notebooknya."Buk, aku
pengen curhat!!"
Malam
panjang, tiga jam lebih mereka bertukar pendapat. Pukul 02.00 Rini masih
terjaga namun bukan untuk pekerjaan. Nasehat ibu membuat Rini teringat akan masa
indah berteman dengan Aryo. "Aku menyukainya karna dia.. mmm...".
Semua kenangan itu diputar oleh Rini. Bermula pada "Clara suka sama gue" curhatan
Aryo jaman kuliah. Clara adalah teman se ukm Aryo. "Wah dia cantik Yok,
terima ajalah mayann" ledek Rini saat itu. "Gue gak suka Rin, anaknya
endel banget, deket sama banyak cowo. Gedek gue mah" baru kali ini ada
yang menolak Clara yang terkenal cantik se kampus. Dan itulah kekaguman pertama
Rini pada Aryo. Dia tidak suka berpura-pura. Ingatan tersebut berjalan menuju
kenangan surprise ulang tahun Aryo dimana semuanya gagal. Aryo tidak pernah
suka dikasih surprise, sehingga ulang tahun Aryo malah jadi acara ngerjain
tugas bersama. Ketika Rini demam berdarah, bapak satu-satunya orang yang
standby di kamar inap. Sedangkan Aryo, standby menemani bapak nonton bola di
jam 18.00-20.00 saja setiap hari sampai dua minggu Rini sembuh. Kenangan
berlanjut saat Rini sedang bikin teh di dapur dan mendengar pembicaraan mereka
sambil makan martabak "Pak, Aryo ingin sama sama Rini, buat dia
bahagia."
"Kalau
begitu, kamu harus sukses dulu biar bisa hidupin dia. Bapak mau dia sama sama
orang yang suka kerja, Rini orangnya gampang laper."
"Yaudah
kalo gitu suruh dia nunggu saya ya pak. Gak lama kok paling lima enem tahun
lagi."
Mereka suka
becanda sejak lama. Aryo kenal baik bapak, bahkan bapak cuma kenal teman ya
sama Aryo. Makanya jadi deket gitu. Saat Aryo nyatain perasaan pun, ada di
makam bapak.
"(Bernyanyi
“Marry Your Daughter” lalu mengeluarkan sebuah kotak gold) Arini Kayla Anggara,
In the name of Allah, will you marry
me?"
Kalung itu yang
pernah diincar Rini ketika berbelanja bersama mamah Aminah, ibu Aryo. Arini
sangat kaget dan tak menyangka Aryo sahabat terbaiknya akan melakukan ini
untuknya. Arini menitikkan air mata sambil mengangguk perlahan. Ingatan Arini
pun akhirnya sampai di acara lamaran. Dimana ia melihat sosok Aryo sangat
tampan dan gagah dengan batik pekalongan itu. Dan tak terduga pujian datang
dari banyak teman karena terlihat jelas bahwa Aryo sangat menyayangi Arini dan
keluarga. Ibu adalah orang terakhir sampai malam itu yang memuji Arini karena
begitu beruntung. Bahkan ibu pernah ngobrol sama Aryo waktu di rumah sakit,
ternyata Aryo sering menemani ibu nunggu bapak di ICU. Ibu bertanya pada
Aryo,"Yok, apa kamu gak capek bolak-balik ke sini?" Dia menjawab,"ibu
sendiri apa capek?" "Ibu istrinya, pasti lah ibu disini. Apa kamu
cinta sama Ini?" "Kata orang cinta itu Cuma bertahan sampe tiga bulan
ya buk, sedangkan Aryo sama Rini sudah hampir satu dekade.” “Ku pikir karna
kamu naksir Rini kamu ada di sini sekarang” “Tidak bu, kalau hanya sekedar
naksir saya tidak akan kemari. Nampaknya, saya
benar-benar menyayanginya. Menginginkan bahagianya.”
***
“Assalamualaikum,
mah.” sapa seseorang di telepon. “Waalaikumsalam Rin, apa kabar kamu?” sahut
sang penjawab yang akhirnya diketahui sebagai Mamah Aminah. “Alhamdulillah mah.
Mamah lagi apa? Arini minta maaf” “Alhamdulillah. Ini masih ngerjain rapor buat
jumat. Loh kenopo lagi to nduk? Ada apa?” “Mah, Arini salah sama mas Aryo
sekeluarga. Arini minta maaf mah. Arini minta maaf.” “Sudah nduk sudah, mama
sudah maafkan kamu. Ndapapa lagian Aryo juga sudah ikhlas kalo ndak jodoh
mungkin ini salah Aryo juga” “Makasih mah, Arini senang kalo mas Aryo sudah
move on.” “Nduk, sebenernya apa kamu bener sudah gamau lanjutin ini?” “Arini
sadar Arini yang salah, jadi Arini terima kalau mas Aryo sudah ikhlas buat
tidak lanjut.” “Bukan begitu nduk, salah satu harus mau mulai pembicaraan
tentang ini. Jangan hidup dengan presepsi, apa kamu tahu persis Aryo maunya
bagaimana nduk?” “Iya mah, biarkan takdir Allah saja untuk kami, mohon doanya
ya mah.” “Pasti nduk, eh nduk besok kamu bisa anterin mamah ke toko kue yang
dulu kita pesen buat lamaran? Besok ada pengajian di rumah, mamah males bikin
kue.” “Oh iyaa mah bisa, besok Arini jemput ya mah.” Ya dan selalu obrolan
antara Arini dan mamah berlanjut sampai berjam-jam. Mamah sampai lupa masak.
Dulu pernah juga sampai lupa kalau bikin bolu, akhirnya gosong.
***
Pihak wedding
organizer meminta meeting terakhir untuk mengesahkan pembatalan sewa. Ternyata,
pihak EO menghubungi kedua pihak yang pernah berniat menikah tersebut. Bertemu
lah mereka untuk menyelesaikan persoalan sewa. Selepas meeting, Arini
menghampiri Aryo untuk meminta maaf. Aryo bilang ia sudah ikhlas, semuanya bisa
dihandle satu-satu. “Maaf, tapi aku ingin menawarkan kepadamu ini. Aku tidak
akan tenang sebelum tawaran ini kamu dengarkan.” “Selamat untukmu dan Rio”
Matanya terlihat berkedut. Tangannya menunggu untuk dijabat. Arini menyalami
tangan Aryo “Kalau mas kawinnya ditambah hafalan surat Al-Kahfi aja gimana?
kamu setuju?” Aryo kaget, matanya berkaca-kaca. Ia tidak yakin apa yang ia
dengar itu apa benar. Apa Arini masih ingin melanjutkannya setelah 50%
dibatalkan. “Aku yang lanjutin sisa persiapannya kalau kamu mau.” Tangan yang
bersalaman tadi, kini sudah dilepas.
***
Rumah Arini
ramai sampai malam. Penghuni rumah bertambah dengan saudara-saudara yang datang
dari luar kota untuk menginap dua hari. Sangat ramai, namun dikondisikan agar
tidak berantakan. Besok acara yang ditunggu sang tuan rumah akan dilangsungkan.
Perhelatan sang putri bungsu, Arini Kayla Anggara.
Aryo
Kalo
kamu gak bisa tidur, cepet ambil wudhu. Insyaallah kamu tenang. Sampai jumpa
besok. Assalamualaikum.
Terima kasih
Tuhan
Kau hadirkan
sosok bapak yang cemerlang
Di dalam tubuh
yang telah kau ridhai untuk ku sayang
Malam ini
ramai, penuh bintang, dan sangat cerah
Aku akhirnya
pulang
-Arini Kayla Anggara-
Astria Maulani
Rachman, yang lahir di kota pahlawan tahun 1998. Tinggal di kota udang. Sangat
suka menulis walaupun bukan mahir. Lulusan SMK Tata boga dan masih berjuang
meraih gelar Ahli Madya Gizi. Tidak suka fiksi.
Comments
Post a Comment